Kamis, 30 Januari 2014

Aku dan Kamu yang tidak pernah menjadi Kita

"Kalo kamu mau, aku dan kamu bisa kok menjadi kita, saling mendoakan dalam eratnya pelukan sepasang kekasih menghangatkan suasana pada dingin nya udara kota Bandung..."

Andin, mahasiswi semester 2 salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta, rambut lurus panjang, tinggi semampai, cantik berprestasi bahkan menjadi idola tidak hanya di angkatannya tapi juga menjadi buah bibir dikalangan senior kampus tempat mengambil gelar S.Psi.

Di teriknya udara siang hari, Andin bersiap untuk bertemu melepas rindu dengan pacarnya Dendi mahasiswa tingkat akhir yang sedang menyelesaikan skripsinya di kota kembang. Rutinitas ini biasa mereka lakukan paling tidak sebulan sekali saling berkunjung, akhir pekan ini Andin menemui Dendi yang tidak bisa pulang karena bimbingan skripsi yang tidak bisa ditinggalkan. Honda Jazz merah melaju santai di lurus tol Cipularang, Fix You Coldplay mengiringi hawa rindu setelah tidak saling berjumpa selama sebulan terakhir.

Malam itu ditempat biasa kita bertemu tak jauh dari kostan kamu, kita bercerita banyak tentang masing-masing. Kamu dengan semangat mengatakan lusa akan sidang skripsi, berita yang sengaja kamu simpan hanya untuk memberitahu aku langsung. Reflek, pelukan selamat aku berikan hangat tepat di tubuh kamu, hangat, dalam. Aku senang dalam waktu yang tak lama lagi tidak lagi yang mampu memisahkan kita sekalipun itu jarak.

Tidak mau kalah dengan kamu, dengan lancar bibir aku berucap tentang semua hal yang ingin ku katakan sebulan terakhir, mulai dari aktifitas di kampus, keseruan aku dengan teman-teman, tak lupa menyampaikan salam mama yang ternyata juga kangen sama kamu. Sampai di beberapa waktu ini aku sedang rajin menulis sebuah rangkaian kecil perjalanan kita. Suatu saat kamu harus baca ya. Senyum tipis mengembang di pipi. Malam semakin larut pertemuan ini pun semakin hangat, kamu memutuskan untuk mengantar aku pulang ke rumah tante, rumah kedua aku selama 10 bulan terakhir kita bersama setelah tentunya rumah orangtuaku yang aku tempati di Jakarta.

Esok pagi nya, kita kembali bersama menikmati sarapan bubur ayam, kamu begitu wangi sekali pagi ini, dengan manja aku melingkarkan tangan sambil meletakkan kepala di bahu kamu. "Aku ingin seperti ini selamanya, bisikku lirih"

Waktu jua lah yang kembali memisahkan kita, hanya untuk sementara janji kamu. Segera aku selesaikan semua studi ku disini, baik-baik selalu di Jakarta, jangan nakal. Kembali aku peluk erat, tak ingin berpisah sebenarnya, tapi apa daya ini konsekuensi yang sudah kita pilih, sambil menyeka air mata aku pamit. "Love you"

Entah apa yang kemudian di takdirkan Tuhan, mobil Andin mengalami kecelakaan tunggal di jalan tol, yang dalam sekejap membuyarkan semua mimpi, asa, dan harapan yang sudah sekian lama ini dibangun. Dendi hanya bisa diam membisu melihat tubuh kekasih yang sangat dicintainya membujur kaku, berusaha menahan air mata haru walau terlihat butiran kesedihan tampak jelas di raut wajahnya.

Seminggu berlalu, dengan langkah tak begitu semangat menyusuri lorong kampus. Pagi ini, Dendi berjalan gontai menuju ruang eksekusi untuk menyelesaikan atas apa yang sudah di dapatkannya selama 4 tahun terakhir di bangku kuliah.

Satu langkah untuk menyematkan title, S.I.Kom. dibelakang namanya telah diraih Dendi, sidang skripsi berhasil dilaluinya dengan sempurna. Nilai A memaksa dirinya untuk tersenyum, meskipun getir karena teringat ucapan Andin dipertemuan terakhir dengannya "tak lama lagi tidak lagi yang mampu memisahkan kita sekalipun itu jarak"

Keesokan harinya tepat di pusara Andin, Tanpa disadari kertas nilai yang dari tadi digengamnya basah, air mata tak bisa tertahankan "Raga ini memang terpisah tapi tidak untuk rasa ini janjiku dalam hati, aku yakin kamu pasti tersenyum disana, walaupun di ujung cerita, aku dan kamu yang tidak pernah menjadi kita," Sambil berlalu seraya meletakan kertas nilai tersebut sebagai persembahan terakhirnya.